BAB
I
PENDAHULUAN
Senyawa organik
amina banyak digunakan dalam jumlah besar oleh industri sebagai senyawa antara
dalam pembuatan zat warna, pestisida, platik, kosmetik dan obat-obatan. Selain
itu pemakaian senyawa amina aromatik ini juga dipakai sebagai antiokasidan dan
antiozonan dalam industri karet. Pemakaian dalam jumlah besar ini sudah barang
tentu dampak akhirnya mencemari lingkungan kita terutama perairan. Senyawa
aromatik amina umumnya sangat polar sehingga mUdah larut dalam air. Jadi sudah
barang tentu pencemarannya akan tersebar luas.
Senyawa aromatik
amina sifatnya sangat beracun, mutagenik dan sangat karsinogen. Oleh sebab itu
penelitian analisis senyawa amina aromatik ini sangat penting apalagi apabila
matrik di dalamnya sangat komplek. Sangat kompleks artinya selain senyawa
aromatik amina ada senyawa-senyawa lain yang mirip sifatnya misalnya di dalam
hasil degradasinya oleh mikroba.
Karena sifat
senyawa aromatik amina yang polar ini, analisis senyawa amina aromatik banyak
dilakukan dengan kromatografi cairan kinerja tinggi (KCKT) dan dapat juga
dianalisis dengan metoda elektroforesa kapiler (EK) dengan detektor ultra
violet.
Analisis dengan kromatografi gas GC) atau kromatografi
gas spektrometri massa (GC-MS) melalui selected
ion monitoring (SIM) membutuhkan derivatisasi dalam preparasi contohnya.
Analisis senyawa amina umumnya dilakukan setelah diderivatisasi lewat proses
asilasi, sisilasi, dinitrofenilasi, permetilasi, pembentukan basa Shiff,
pembentukan senyawa karbamat, pembentukan senyawa sulfonamida dan pembentukan
senyawa fosfonamida. Tetapi proses-proses derivatisasi tersebut di atas
mempunyai keterbasan harus dilakukan dalam suasana bebas air (anhidrous).
Sedangkan derivatisasi dengan iodine (I2) atau iodinisasi mempunyai
kelebihan bahwa proses derivatisasi tidak perlu harus dilakukan dalam media
bebas air.
Skema reaksi
derivatisasi (iodisasi) tersebut di atas berlangsung sebagai berikut :
Senyawa
amina aromatik dan turunannya direaksikan dengan garam nitrit dalam suasana
asam membentuk senyawa azonium. Kemudian senyawa azonium akan membentuk derivat
iodida setelah direaksikan dengan iodin dalam keadaan basa. Hal ini
dikarenakan, pengubahan suatu arilamina menjadi garam diazonium yang disusul
reaksi substitusi, sangatlah berguna dalam sintesa organik.
Percobaan
ini bertujuan mengaplikasikan metoda analisis senyawa amina aromatik melalui
derivatisasi dengan iodin (iodisasi) dengan GC-MS dalam media yang mengandung
hasil degradasi zat warna orange II oleh jamur Penicillium sp. L2K. Dari hasil percobaan diharapkan diperoleh
metoda yang dapat dipakai untuk memonitor proses degradasi atau dekolorisasi
zat warna orange II dalam air limbah khususnya air limbah pabrik tekstil.
BAB II
PEMBAHASAN
Kromatografi
Gas adalah proses pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya dengan
menggunakan gas sebagai fase bergerak yang melewati suatu lapisan serapan
(sorben) yang diam.
Dalam
kromatografi gas, fase geraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai
uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase
diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat
pada zat padat penunjangnya. Sedangkan dalam kromatografi padat – gas,
digunakan suatu zat padat penyerap.
Sehingga prinsip
dari kromatografi gas ini adalah terjadinya pemisahan didasarkan pada interaksi
komponen dengan fasa diam dan bergantung
dari perbedaan titik didih komponen-komponen yang akan dipisahkan. Dan kecepatan
suatu senyawa tertentu bergerak melalui mesin tergantung pada seberapa lama
waktu yang dihabiskan untuk bergerak dengan gas dan sebaliknya melekat pada
cairan dengan jalan yang sama.
Kromatografi gas
merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan campuran yang sangat
rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa detik untuk campuran
sederhana sampai berjam-jam untuk campuran yang mengandung 500-1000 komponen. Komponen campuran dapat diidentifikasikan dengan menggunakan waktu
tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Dimana waktu retensi
(tR) adalah suatu besaran yang menyatakan waktu molekul zat terlarut
tinggal dalam fasa gerak dalam kromatografi. Kromatografi gas dapat digunakan
untuk analisis karena retensi bersifat karakteristik pada tiap senyawa.
Identifikasi puncak dapat diperoleh dengan menggunakan inframerah atau
spektrometri masa.
Oleh karena itu kromatografi gas (GC) dan kromatografi
gas-spektrometer massa (GC-MS) dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa
amina aromatis lewat iodinisasi menggunakan kromatografi gas
dan kromatografi
gas-spektrometer massa.
Untuk mengidentifikasi senyawa amina ini
dapat juga digunakan cara dengan kromatografi
cairan kinerja tinggi (KCKT) secara langsung dan metoda EK yang dilengkapi
dengan detektor ultra violet. Hal ini dikarenakan senyawa amina yang bersifat
polar. Namun kelemahan dari KCKT ini ialah terbatasnya jumlah puncak yang dapat
dideteksi di dalam satu kali analisis. Juga apabila dalam analisis dengan KCKT
ini digunakan detektor ultra violet yang diketahui sangat universal hasil
pengukuran menjadi kurang sensitif apalagi kalau dipilih λ = 230 nm yang
kemungkinan banyak pengaruh-pengaruh senyawa lainnya. Dan analisis dengan
metoda EK yang dilengkapi dengan detektor ultra violet ini mempunyai kelemahan
yaitu kurang sensitif seperti halnya analisis dengan metoda KCKT. Selain itu
metode KCKT dan EK membutuhkan waktu
panjang pada perlakuan pendahuluan (clean
up) dalam prepasi contoh sebelum dilakukan analisis.
Maka
dari itu lebih dipilih identifikasi senyawa dengan GC dan GC-MS. Karena analisis dengan kromatografi gas (GC) dan kromatografi
gas spektrometri massa (GC-MS) melalui selected
ion monitoring (SIM) umumnya mempunyai kelebihan lebih sensitif dan dalam
satu kali injeksi dapat memuat lebih banyak puncak senyawa.
Dalam
percobaan ini contoh yang akan dianalisis adalah hasil degradasi zat warna
orange II oleh jamur Penicillium sp.
L2K. Karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk memonitor proses degradasi
atau dekolorisasi zat warna orange II dalam air limbah khususnya air limbah
pabrik tekstil. Maka larutan yang dijadikan sampel (larutan contoh) ada 2 jenis larutan yaitu hasil degradasi zat
warna orange II oleh jamur Penicillium sp.
L2K dan senyawa-senyawa murni amina aromatis seperti naftilamina, glisina,
heksametilentetramin dan 1-naftol.
Dengan
larutan hasil degradasi zat warna orange II yang diderivatisasi diidentifikasi
dengan GC-MS. Sedangkan larutan hasil derivatisasi senyawa amina aromatis
diidentifikasi dengan GC. Dimana untuk memonitor proses tersebut dibandingkan dengan hasil dari identifikasi melalui GC. Dengan
cara membandingkan puncak pada kromatogram hasil GC dengan kromatogram hasil
GC-MS.
Alat
Alat
yang digunakan pada penelitian ini adalah Kromatografi gas (HP 6890) yang
dilengkapi dengan kolom kapiler HP-5 (Crosslinked 5% PhMe Siloxane) dengan L =
30 m, L.D = 0,32 mm dan ketebalan film 0,25 μm. Selain itu dilengkapi dengan
detektor ionisasi nyala. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisis
kromatografi gas spektroskopi massa adalah (Finnigan GCQ Trace 2000) yang
dilengkapi dengan kolom HP 5 (Crosslinked 5% PhMe Siloxane) dengan L= 30, L,D=
0,32 dan ketebalan film 0,25 μm.
Kolom yang digunakan adalah kolom kapiler
HP-5 merupakan kolom yang fasa diamnya terdiri dari 5% fenil & 95% dimetil-polisiloksan yang
bersifat non polar. Sedangkan senyawa yang akan diidentifikasi (amina aromatis)
bersifat polar. Oleh karena itu kolom ini juga berfungsi untuk memisahkan
senyawa yang polar dengan senyawa non polar. Senyawa non polar akan tertahan
dengan fasa diamnya, sedangkan senyawa polar akan ikut terbawa oleh fasa
geraknya. Dimana kolom adalah tempat terjadi pemisahan komponen-komponen cuplikan. Dan kolom kapiler merupakan tabung yang panjang dan
tipis dari kaca atau bahan lainnya seperti baja tahan karat. Namun, hanya dapat menangani sampel-sampel
yang sangat kecil.
Isi dari kolom adalah padatan penunjang pada fasa
diam yang berfungsi mengikat fasa diam.
Detektor yang baik digunakan adalah detektor yang memiliki syarat berikut
:
1.
Mempunyai
kepekaan yang tinggi.
2. Tingkat derau (noise) yang rendah
3. Peka terhadap segala jenis senyawa
4. Kokoh dan tidak mahal
5. Tidak peka terhadap perubahan suhu
6. dan perubahan laju
dari gas pembawa
Fungsi detektor
adalah untuk memonitor gas pembawa yang keluar dari kolom dan merespon
perubahan komposisi solul yang terelusi. Pada identifikasi ini digunakan
detektor FID (Flame Ionization Detector)
yaitu detektor yang selektif untuk semua senyawa organik rantai lurus. Namun sebenarnya terdapat detektor yang khusus
untuk mengidentifikasi
senyawa yang mengandung nitrogen, posfor dan sulfur yaitu Nitrogen-Phosphor Detector (NPD). Namun tidak digunakan detektor ini karena setelah
derivatisasi senyawa yang teridentifikasi bukan saja amina aromatis tetapi
senyawa turunannya yaitu iodobenzen yang tersubstitusi. Dengan bentuk alat
sebagai berikut :
Derivatisasi
Derivatisasi dilakukan terhadap
senyawa-senyawa murni seperti naftilamina, glisina, heksametilentetramin,
1-naftol, dan contoh.
Derivatisasi
dilakukan sebagai berikut :
1.
Lima ml contoh atau
larutan senyawa murni (0,1 mg/ml) dan 5 ml air dicampur kemudian ke dalamnya
ditambahkan 0,2 ml asam hidroiodida.
2.
Ke dalam larutan
tersebut diatas kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan sodium nitrit (10 gram/I)
dan di kocok.
3.
Setelah reaksi tersebut
diatas berlangsung 20 menit, tambahkan 1 ml larutan asam amidosulfonat (50
gr/I) untuk memecahkan kelebihan senyawa nitrit, kocok selama 45 menit.
4.
Larutan dipanaskan
selama 5 menit diatas penangas air pada temperatur 100o C, kemudian
didinginkan pada temperatur kamar.
5.
Pecahkan kelebihan
iodin dengan larutan sodium sulfit jenuh sebanyak 0,25ml.
6.
Larutan dibuat basa
dengan larutan sodium hidroksida (10 mol/I) sebanyak 0,5 ml.
7.
Ekstraksida derivat
dengan pentan senbanyak 2 ml selama 15 menit.
Preparasi contoh
Larutan
hasil degradasi zat warna orange II dengan jamur penicillium sp, L2K dipipet
sebanyak 10 ml, kemudian disaring dengan kertas Whatman no.1, kemudian disaring
lagi dengan kertas saring Millipore 0,2
μm. Hasil penyaringan kemudian diderivatisasi seperti prosedur derivatisasi
tersebut diatas.
Perlakuan terhadap GC dan GC-MS
adalah :
Kromatografi gas
diatur dengan suhu injektor 2500C dan suhu detektor ionisasi nyala
2800C. Suhu kolom mula-mula diatur 40oC (selama 10
menit), dinaikkan 10oC/menit
sampai 2800C dan pada suhu 2800C ditahan selama 20 menit.
Disini temperatur
kolom dapat bervariasi antara 50 oC sampai 250 oC.
Temperatur kolom lebih rendah daripada gerbang injeksi pada oven, sehingga
beberapa komponen campuran dapat berkondensasi pada awal kolom.
Dalam beberapa kasus, kolom dimulai
pada temperatur rendah dan kemudian terus menerus menjadi lebih panas dibawah
pengawasan komputer saat analisis berlangsung. Dimana pada percobaan ini suhu awal
kolom 40oC kemudian perlahan dinaikkan 10oC/menit sampai 2800C
dan pada suhu 2800C ditahan selama 20 menit. Hal ini dikarenakan
waktu retensi bergantung pada titik didih senyawa dan kelarutan zat dalam fasa
cair. Semakin tinggi titik didihnya semakin lama waktu tR. Semakin rendah
suhu kolom semakin baik pemisahan yang didapat. Namun membutuhkan waktu yang
lama sehingga kurang efektif. Bila menggunakan suhu tinggi senyawa yang
melewati kolom lebih cepat. Namun pemisahannya kurang baik, maka dari itu
dilakukan kenaikan suhu secara perlahan.
Analisis dengan GC-MS dilakukan
dengan suhu injektor dan suhu kolom sama seperti dilakukan dengan alat GC,
Sedangkan kondisi spektometri massa dengan metode EI (Electron Impact) diatur
dengan suhu 200oC, suhu transfer line 275oC , vakum 30-50
Torr, energi elektron 70 ev dan arus emisi 250 ampere.
Penggunaan
spektrometer massa dapat juga digunakan untuk meningkatkan selektivitas
pendeteksian dan kuantifikasi termasuk informasi kuantitatif yang bermanfaat
untuk konfirmasi hasil.
Semua perlakuan
kolom pada GC dan GC-MS dibuat sama agar dapat dibandingkan hasil dari
derivatisasi yang diidentifikasi pada GC dengan yang diidentifikasi dengan
GC-MS. Apakah ada senyawa amina aromatis pada hasil degradasi zat warna orange
II dengan jamur penicillium sp, L2K.
Diagram alir kromatografi gas
HASIL DAN DISKUSI
Percobaan Derivatisasi Terhadap Beberapa Senyawa
Amina
Untuk membuktikan bahwa prosedur
iodinisasi dapat berjalan maka sejumlah senyawa yang mengandung gugus amina
(1-nalfilamina, heksametiltetramin, glisin, asam sulfanilat) dan satu senyawa
yang mengandung gugus hidroksi (1-naftol) diderivatisasi dengan iodin kemudian
diperiksa dengan kromatografi gas, hasilnya terlihat (Tabel 1) semua senyawa
amina dapat terderivatisasi, bahkan juga 1-naftol. Sedangkan senyawa amina yang
sangat polar (mengandung gugus asam) seperti asam sulfanilat tak dapat terlihat
dalam kromatogram. Hal ini disebabkan karena derivatnya yang bersifat polar tak
dapat terekstaksi dengan pentan yang mana pentan bersifat lebih ke non polar.
Sebelum derivatisasi dilakukan
terhadap contoh, berapa banyak amina aromatik yang terderivatisasi oleh iodin
diperiksa terlebih dahulu dengan meiodinisasi naftilamina p.a. Hasil
menunjukkan naftilamina terderivatisasi sebanyak 100% bila dilakukan di dalam
media, naftilamina akan terderivatisasi sebanyak 77,4% (5).
Identifikasi Hasil Derivatisasi Terhadap Larutan
Naftilamina
Naftilamina
dalam percobaan ini dipakai sebagai zat yang dapat mewakili atau mirip dengan
senyawa-senyawa amina aromatik yang mungkin ada dalam larutan hasil degradasi
zat warna orange II dengan jamur Penicillium
sp. L2K.
Perkiraan senyawa
antara yang terbentuk dalam proses penguraian orange II oleh enzim azo
reduktase adalah melalui skema yang diberikan dalam gambar 2.
Sedangkan
perkiraan senyawa antara yang terbentuk dalam proses penguraian orange II oleh
enzim azo peroksidase adalah melalui skema sebagai berikut :
Dengan
menggunakan kromatografi gas, hasil analisis naftalen iodida (hasil
derivatisasi naftilamina dengan iodin atau iodinisasi) ditunjukkan dengan
kromatogram seperti dalam gambar 3. Pada gambar 3 terliaht naften iodida yang
terbentuk mempunyai waktu retensi yang berkisar pada 25 menit.
Sedangkan
hasil identifikasi adanya naftalen iodida dengan kromatografi spektrometer
massa dengan memonitor ion terpilih pada m/z = 77,127 dan 254, kromatogram ion
selektif terlihat seperti pada gambar 4. Ion m/z = 77 dipilih untuk memonitor
adanya adanya gugus aromatik, ion m/z = 127 dipilih untuk melihat adanya ion
iodin dan m/z = 254 dipilih untuk melihat adanya naftalen iodida.
Hasil identifikasi hasil derivatisasi terhadap larutan
contoh
Identifikasi adanya aromatik amina
dilakukan terhadap larutan contoh yang diambil dari hasil degradasi zat warna
orange II oleh jamur Penicillium sp.
L2K yang diinkubasi selama 24, 48, 72, 120, 144 dan 168 jam. Analisis untuk
masing-masing larutan contoh dilakukan sebanyak 2 kali (derivatisasi maupun
diinjeksikan ke alat kromatografi gas dan kromatografi gas-spektrometer massa
dilakukan sebanyak 2 kali).
Hasil
identifikasi menunjukkan larutan hasil degradasi zat warna orange II dengan
jamur Penicillium sp. L2K pada masa
inkubasi 72 jam mempunyaiderivat naftilamina. Hal ini dapat diperlihatkan
dengan kromatogram dari analisis dengan kromatografi gas pada gambar 5 yang
menunjukkan puncak adanya naftiliiodida pada waktu retensi = 24,57 dan adanya
puncak pada m/z = 77,127 dan 254 pada kromatografi ion selektif (gambar 6)
hasil analisis dengan kromatografi spektrofotometri massa.
Identifikasi
selanjutnya terhadap adanya senyawa aromatik amina alainnya pada setiap
puncakpada kromatogram total ion dilakukan dengan memonitor ion selektif dengan
m/z = 77 yang mewakili adanya gugus aromatik dan m/z = 127 yang mewakili adanya
derivat iodida. Ternyata dari semua puncak pada kromatogram total ion dari
setiap contoh yang diperiksa tidak satupun mengandung senyawa aromatik dari
derivat iodida kecuali derivat naftilamina pada contoh hasil degradasi zat
warna zat warna orange II dengan massa inkubasi selama 72 jam.
Sedangkan
contoh yang diambil dari hasil inkubasi selain waktu inkubasi 72 jam
(24,48,92,120,144,168 jam) tidak menunjukkan adanya derivat naftilamina maupun
derivat senyawa aromatis lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya
puncak denagn waktu retensi yang sama dengan derivat naftilamina dalam analisis
dengan kromatogtafi gas juga tidak adanya puncak dengan ion selektif m/gas 77
maupun 127 pada hasil analisis dengan GS-MS.
BAB
III
KESIMPULAN
Metode analisis
ini dapat digunakan untuk analisis amina aromatik maupun alifatik primer tetapi
tak dapat digunakan untuk senyawa amina yang polar (mengandung gugus asam).
Hasil
identifikasi terhadap larutan-larutan hasil degradasi zat warna Orange II oleh
jamur penicillium sp L2K dengan kromatografi gas spektrometri massa lewat ion
terpilih setelah melalui iodinisasi tidak terlihat adanya amina aromatik yang
lain selain naftilamina.